Langsung ke konten utama

Tantangan Menulis Puisi Prosais : Ulasan Puisi Syahrizal Sidik


oleh : Jamal D. Rahman*


Jejak Cahaya Malam Nuzulul Qur’an
             kepada : malam Nuzulul Qur’an

/i/
di riak jingga airmata jiwamu, berurai namamu memanjang seperti gemericik hujan yang jatuh kedalam rongga tabah tubuhku yang rubuh. lalu, menghampiri  jemari. memantik di dingin sunyi yang memapah deru paru.

/iii/
adalah cahaya sunyi di dingin itu, ketika  kakilangit menjejak langkah di dekap sujudku yang rapat. memahat lekat ayat-ayat suci, terpatri erat mengakar. lindap didegup jantung, darahku kaku. kelu.

/iii/
sudah kutahu cerita tentangMu. malam begitu beku, meniris  gerimis. jatuh diatap-atap bumi yang meratap. senyap.

/iv/
jauh sebelum itu, bumi seperti rerengkuh angkuh, senjakala tiada. lembayung terpasung dikais dera tiada tara. angin mati, mendesahkan resah di malam itu.

/v/
dikedamaian suatu ketika, malaikat turun kebumi, memapar kabar. lauh mahfudz menyala memendar bias cahaya, direlung katup malam.

/vi/
bias cahaya hinggap dilangit kalbu, rerengkuh angkuh bumi lenyap, senjakala menyibakkan warna,  sayap  lembayung terkembang, di jingga senja itu. 

/vii/
bait-bait ayat  mengalir di airmata doa. kutemukan jejak cahaya firmanMu. seperti kuasaMu  yang dengan segala Maha.

Bogor, 25 Agustus 2011




Orizuru Pada Daun Yang Gugur

/I/
ingin sekali sejenak  aku larut di wajahmu.  memandangmu lekat sampai senja yang ‘kan tiba menunggu.
ajaklah aku menggapai erat tanganmu, di batas senyummu yang berkata tentangku, juga tentangmu.
seperti cerita malam itu, yang hangat memeluk mimpi-mimpi kita. usai, disingkap purnama, menyisakan kisah yang berlembar  di buku harianku. aku mengisahkan tentangmu.

/II/
pada daun yang gugur,  jatuh menjumpai. adalah hijau, oranye, dan sebagian cokelat warnanya, menyibakkan kebahagiaan. aku ingin sekali berkata:
lalu, angin itu terbang mengantarkanmu
mengetuk pintu bibirmu yang rapat.

/III/
pagi ini, aku ingin menjumpai angin dan juga daun-daun gugur. yang berserak sesak di atas tetumpuk tanah-tanah basah. embun  sudah mengukir pagi, setelah datang matahari menjemput perbincangan kita pagi itu. di sini, di tempat ini:
perlahan daun-daun jatuh berguguran.
melambaikan cerita tentangmu.

di sampingmu, aku mendekap tawa bahagiamu, memotret wajahmu yang tersenyum, dan juga canda tawa yang berkisah keluh kesah. ketika daun-daun gugur itu jatuh di hitam mayang rambutmu. aku mengambilkannya untukmu:
lalu, kusemai daun  gugur itu
tertulis namaku, juga namamu.

/IV/
ada getaran sunyi saat itu, ketika belibis beranjak pergi. menerbangkan sayapnya lepas, di udara yang kini bias. sambil berlari kecil kupanggil namamu. di sini:
dari kejauhan. sambil kudekap erat orizuru yang kini ditanganku. yang juga pemberianmu. dulu sekali,   ketika kita bersama membuatnya. kini, kusimpan pada hidup yang mengisahkanku, juga tentangmu.
di sini, aku berkata:
 
di lembah kisah,
kau menghela lelah diujung desah nafasku.
dalam getir degup jantungku
menggetarkan segugu tanyaku yang risau
mengeja kata di rona merah wajahmu.

selamat jalan, orizuru. kenanganku kini tersimpan di daun-daun gugur.
seperti pagi itu.

Bandung, 18-7-2011


Hanya Untukmu
:Orang-Orang Terkasih


/I/
seketika aku lelah dalam rebahanmu
di saat pangkuan kehidupan
memandangi bias yang berpendar
pada dinding kehampaan itu
sementara waktu perlahan menikamku, bengis.
menyayat perlahan
lewat seserpih perih, yang kaunyanyikan.
: pedih

/II/
ketika itu pula aku tertatih
dalam isyarat jejak yang tak mampu kuterka.
dari balik hujan,
aku menyembunyikan sepotong sajak untuk
kita semaikan pada dinding beku malam itu
dan menujahkan pada tempias hujan yang lahir
dari tatapan matamu,
: sendu

/III/
saat keheningan hinggap
aku berlari mengitari musim,
tapi kabut seperti tak henti
mengejar bayanganku.
: pupus

/IV/
aku tak lagi menemukan jejak,
di saat sunyi adalah guratan yang
memahatkan wajahmu pada langit itu.
bersama sebaris doa,
yang kuantarkan.
: menuju keabadian.


Sudah lazim diketahui bahwa dalam sejarah puisi Indonesia ada puisi lama dan ada puisi baru (modern). Puisi lama adalah puisi yang terikat pada rima (terutama rima akhir, sajak), jumlah larik, jumlah kata atau bahkan jumlah suku kata di setiap larik. Karenanya, puisi lama biasa juga disebut puisi terikat. Contohnya, pantun, syair, gurindam, dan soneta. Sedangkan puisi modern adalah puisi yang tidak terikat pada ketentuan-ketentuan bentuk puisi lama seperti rima (sajak), jumlah larik, dan jumlah kata setiap larik. Karena terbebas dari itu semua, puisi baru (modern) biasanya disebut juga puisi bebas.

Dalam perkembangannya, puisi Indonesia modern sesungguhnya tidak bebas benar dari ketentuan puisi lama. Kebanyakan puisi Indonesia modern hanya membebaskan diri dari rima, jumlah kata setiap larik, dan jumlah larik. Namun kebanyakan puisi Indonesia modern tetap tunduk pada larik, yaitu baris dalam puisi. Kebanyakan puisi Indonesia modern bagaimanapun berlarik(-larik), yakni terdiri dari baris-baris puisi. Hanya saja, jumlah larik setiap baitnya tidak teratur seperti dalam puisi lama.

Dalam perkembangan selanjutnya, kehendak untuk membebaskan diri dari bentuk puisi lama ini berlanjut. Puisi kemudian membebaskan diri dari larik juga. Maka muncullah puisi yang bukan saja tidak berima (bersajak), melainkan juga tidak berlarik. Yaitu puisi yang dari segi struktur kalimatnya mirip dengan prosa, dan secara formal biasanya memenuhi kaidah sintaksis. Biasanya lagi, puisi jenis ini terdiri dari kalimat-kalimat panjang. Karena bentuknya mirip dengan prosa, maka puisi ini biasa disebut dengan puisi prosais.

Banyak sekali, bahkan mungkin kebanyakan, puisi Indonesia mutakhir adalah puisi prosais. Meskipun secara visual tampak berlarik-larik, namun seringkali larik-larik dalam puisi Indonesia mutakhir merupakan pemenggalan belaka atas sebuah atau beberapa kalimat panjang.

Puisi-puisi kawan kita Syahrizal Sidik dalam rubrik “Sajak Cermin” Kakilangit nomor ini adalah contoh dari puisi prosais. Puisinya yang berjudul “Jejak Cahaya Malam Nuzulul Qur’an” jelas merupakan puisi prosais. Bahkan puisinya yang berlarik pun adalah puisi prosais. Puisi “Hanya Untukmu” secara visual memang terdiri dari beberapa larik, namun jelas larik-larik di situ merupakan pemenggalan atas kalimat lengkap yang merupakan bentuk prosa. Perhatikan misalnya larik-larik ini:

seketika aku lelah dalam rebahanmu
di saat pangkuan kehidupan
memandangi bias yang berpendar
pada dinding kehampaan itu.

Bukankah larik-larik tersebut merupakan pemenggalan atas kalimat: seketika aku lelah dalam rebahanmu di saat pangkuan kehidupan memandangi bias yang berpendar pada dinding kehampaan itu.
Yang ingin ditekankan di sini adalah ini: dalam menulis puisi lama, seorang penulis tertantang untuk mengemukakan gagasan dalam ketentuan puisi lama. Sementara itu, dalam menulis puisi modern, seorang penulis terutama tertantang untuk menemukan imaji yang hanya dan hanya bisa dikemukakan lewat bahasa. Sampai batas tertentu, Syahrizal Sidik cukup berhasil menghadapi tantangan menulis puisi prosais itu. Puisi Syahrizal Sidik menyajikan imaji yang menarik, bahkan memukau. Seringkali imaji puisinya merupakan gambaran imajinatif dalam bahasa, dan sebagai alat, bahasa di situ tak bisa digantikan oleh alat ungkap lain. Salam. []


*Jamal D. Rahman adalah penyair, dosen, esais, dan pemimpin redaksi majalah sastra Horison.
Esai ini adalah ulasan puisi Syahrizal Sidik yang dimuat di rubrik Kakilangit edisi 184, April 2012.
  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurus GOTO Memoles Laporan Keuangan

                                                                                                               Katadata I Andrey Rahman  Usai melepas bisnis e-commerce Tokopedia ke TikTok, GOTO terus melakukan upaya pemangkasan beban usaha untuk mencapai profitabilitas lebih cepat, termasuk pelepasan unit bisnis GoTo Logistics.   GOTO mencatatkan penurunan kerugian bersih signifikan pada kuartal peryama dan kenaikan pendapatan sejalan dengan strategi pertumbuhan pada ekspansi pengguna, pengurangan beban operasional, dan penguatan kemitraan dengan TikTok dan Bank Jago.  Manajemen GOTO akan melakukan perombakan jajaran pengurus pada RUPST/RUPLSB Juni. Analis pasar modal memperkirakan prospek sa...

Mengenal Komunitas Airbrush Indonesia (KAI)

FOTO-FOTO: DOK.SYAHRIZAL SIDIK Anggota Komunitas Airbrush Indonesia (KAI) sedang “beraksi” mengekplorasi cat pada tangki bahan bakar sepeda motor agar menjadi nampak artisitik dan unik pada Minggu, (10/11) di Pelataran Parkir Timur Senayan,  Jakarta Pusat, dalam rangkaian acara Indonesia Motorcycle Fest 2013.         Saling Berbagi Melalui Seni “Kami semua seperti keluarga di sini,” begitulah ujar Pay (37), ketua Komunitas Airbrush Indonesia (KAI), sebuah organisasi yang didirikan atas keinginan dan inisiatif bersama, sekumpulan orang   yang memiliki minat yang sama, yakni; airbrush. Sebuah seni yang terbilang “baru” di Indonesia. Seperti apa ceritanya?      Di tengah cuaca terik ibukota, area parkir Timur Senayan, Gelora Bung Karno Jakarta dipadati ribuan pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia. Pagelaran Indonesia Motorcycle Fest 2013, yang diselenggarakan pada Sabtu-Minggu, (9-10/11) itu berhasil menarik animo m...