Sepercik air yang
kunantikan
/I/
Prolog
· “Jangan melupakan teman dan kenangan semasa dikelas sepuluh satu”
Tapi hanya butir pasir yang kudapatkan,
Dimana senyum yang
memanjakan
Teringat saat kita
bersama
Lalui badai nan kelam
kita tetap berjalan
Dimanakah engkau kini
teman
Menghilang ditelan
malam
Tak kunjung datang
Dimanakah kau berada
Dimanakah ku berada
kini?
Kurindukan arti dirimu
kawan,
Saling berbagi
Indahnya mimpi kita.
Kurindukan arti dirimu
kawan,
Lalui bersama,
Menembus dingin malam.
—Arti Kawan, Pas Band
/I/
Prolog
Sebuah dimensi pengantar yang kuibaratkan lewat
lentera, adalah lilin-lilin kecil
penerang kegelapan, yang dengan tulus menerangi kehidupan ini dengan kebaikan.
Lilin yang tidak pernah angkuh ditengah gemerlap kehidupan, yang dengan tegar
dari masa-ke masa, menantang badai yang dengan keras menantang hari-harimu,
adalah lentera yang tidak pernah berubah memancarkan warna keindahan.
Kuantarkan kau, lewat cahaya kesederhanaan yang terpancar dari lentera
yang kau bawa dalam dirimu sendiri.
/2/
Memoar satu tahun
yang lalu
Seperti hari-hari yang sudah berlalu, telah satu tahun jejak
langkah kita bersama dalam menimba ilmu. Mengingat kebelakang hari-hari yang
melelahkan: ketika datang pagi membuka mata kita melihat tugas-tugas yang
tercecer dan belum usai, ada derap langkah yang berpijak pada matahari pagi
yang membukanya dengan lantunan ayat suci, hari-hari yang melelahkan diwaktu
ujian, seperti marathon yang tiada henti membuat kita untuk lebih keras dan
sungguh-sungguh dalam belajar. Ada tawa
yang tersembunyi dibalik goresan pena yang sibuk menukar jawaban teman semasih
pagi, nada – nada kegelisahan yang terpancar ketika ulangan harian. Seraut
wajah senyum yang berpendar ketika ujian mendapatkan nilai yang baik, tapi
seperti kontradiksi manakala beberapa ada yang mendapat nilai yang belum memuaskan. Dalam ingatan kita,masih terekam
jejak-jejak sejarah yang kita buat dengan kebersamaan. Seperti memoir satu
tahun yang lalu sebagai cerminan untuk kedepannya.
/3/
Sebuah Dasar
Persahabatan
Dasar persahabatan yang terjalin, dengan baik membawa kita
pada suatu titik kebersamaan yang tidak bisa dipisahkan. Dalam masa yang sulit,
kita yang bersama-sama memecahkannya dengan penuh kesabaran mencari solusi
dengan bijak, dan semuanya mengalir seperti air. Walaupun keruh ataupun jernih,
dasar persahabatan yang kuat dengan kebersamaan ini mampu meruntuhkan segala
tantangan yang menerjang.
/4/
Ketika Kata menjadi
Mantra
Pada malam yang beku,
yang mengantarkan kita di penghujung waktu. Seperti lentera yang menyala: yang
kita nyalakan dengan hati-hati, penuh perasaan dan membawanya perlahan agar
tidak padam. Lalu kita bersama-sama hening sejenak, meresapi dingin malam yang
perlahan merasuk dalam jiwa, serta jemari-jemari yang berusaha untuk
konsentrasi, menenangkan pikiran. Inilah saat-saat yang menegangkan, sebagai
salam perpisahan terakhir, dan menyampaikan sepatah-dua patah kata yang terucap
untuk sepuluh satu tercinta. Disana kudengar kutipan kata-kata ini :
·
“ Sepuluh satu sebuah nama-sebuah cerita”
·
“Sepuluh satu semoga disayang Allah”
·
“Kembangkan skill dan potensimu”
·
“Semoga menjadi anak yang berbakti kepada orang
tua”
·
“Jangan berhenti untuk beranilah untuk bermimpi”
·
“Berdoa, sebelum tidurmu dan katakan apa yang
kauimpikan”
·
“Jangan menangisi perpisahan, jadi pribadi yang
berarti”
·
“Jangan hanya menjadi penonton, jadilah pemain
dalam hidup ini”
·
“Mudahkanlah teman-temanku agar kelak ia
berhasil”
·
“Bahagiakan orangtua kalian, dengan prestasi dan
kerja keras”
·
“Jadikan perpisahan ini sebagai awal untuk
melangkah dihari esok”
·
“Jadikan kami muslim dan muslimah yang berjuang
dijalanNya dalam menimba ilmu”
·
“Banyak
kenangan yang terjadi, sayang sama
sepuluh satu”
· “Jangan melupakan teman dan kenangan semasa dikelas sepuluh satu”
·
“Jalin tali silaturahmi, agar tidak terputus”
·
“Dikelas
manapun, jadilah mutiara yang selalu bersinar”
·
“Dikelas
XI yang baru jangan pada sombong”
·
“Semoga
Tuhan memberikan kita kemudahan dan memberikan rahmat serta ilmu yang
bermanfaat.
Dan banyak kata yang terngiang ditelingaku, kata telah menjadi
mantra yang terucap dalam lisan, seperti yang tertera dalam mantra “Man Shabara
Zhafiira” yang artinya barangsiapa yang bersabar maka ia akan beruntung.
Demikian hal yang sama juga pada yang telah kita sama-sama ucapkan, disaksikan
dengan lentera-lentera yang menyala dihadapan kita. Menjadi mantra yang ampuh
untuk sama-sama membangkitkan kita disaat kita lelah, memotivasi kita disaat
kejenuhan hinggap dalam diri kita.
/5/
Testimoni Wali Kelas
Bunda kita yang dengan tabah, dan kesabarannya membimbing
kita agar selalu termotivasi untuk bangkit. Pada acara lilin malam itu, beliau
memaparkan dengan metafor perumpamaan sebuah lilin. Sungguh, penafsiran dari
sebuah lilin yang sangat sederhana dapat menginspirasi menjadi banyak hal yang
sangat menarik.
Ya, kami semua memanggilnya dengan nama Bu Nani. Dibalik
kacamatanya, guru yang lebih banyak berpengalaman dari kita sebagai siswa dan
siswinya membuka alur gagasannya lewat perumpaan, dalam hening malam yang dingin saat itu:
beliau menyampaikan wejangannya kepada kami, sebagai bekal bagi kami dikemudian
hari. Dengan kerendahan hati, ia mulai membuka gagasannya:
“Kalian Ibu ibaratkan
adalah lilin-lilin kehidupan, lalu kita mulai mengumpulkannya dalam matrikulasi.
Disana ibu melihat ada lilin-lilin yang beraneka ragam, ada lilin yang putih
bersih, ada lilin yang tergores, ada lilin yang kotor. Perlahan semua
lilin-lilin itu Ibu kumpulkan menjadi sebuah kelas. Kelas X.1
Sesekali ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan kata-katanya
dengan lancar, dan mengalir jernih, membuat kita hening dan semangat untuk
mendengarkannya.
“ Setelah lilin-lilin itu dikumpulkan, lalu kita mulai
menyalakan lilin itu dengan matrikulasi. Disana sudah mulai terlihat ada lilin
yang angkuh, ada lilin yang tidak percaya diri, ada lilin yang egois, ada lilin
yang menyala terang, ada pula yang menyala redup, lalu lilin-lilin itu perlahan
bisa mulai mengikuti pancaran kehidupan lewat kegiatan belajar dan bimbingan
dari wali kelas. Sedikit-sedikit tapi pasti, lilin-lilin itumulai bangkit.
Tapi, dalam perjalanannya, ada bibit-bibit yang kurang bagus. Sehingga 3 buah
lilin itu harus menginggalkan Sepuluh satu. Perjalanan yang pasang-surut, penuh
liku dan terjal ketika menjalaninya.“
Kami yang mendengarkan semakin khusyu’mendengarkan Wali
Kelas yang mengisahkan tentang perjalanan sepuluh satu. Kemudian beliau
melanjutkan kembali penuturan ceritanya.
“ Perlahan tapi pasti, lilin-lilin itu mengikuti
perkembangan cahayanya, dengan penuh kesabaran lilin-lilin itu mengisi
hari-hari belajar dengan penuh semangat, kesungguhan, dan juga doa. Satu- per
satu lilin itu mulai menampakkan sinarnya. Dengan berbagai warna yang indah,
lilin-lilin itu menyala dengan terang, menghiasi kehidupan dengan gradasi.
Seperti mutiara-mutiara yang menyala
terang dengan penuh keindahan, akhirnya prestasi pun banyak bermunculan, dan
guru-guru banyak yang bercerita tentang sepuluh satu. Kini kalaianlah
lilin-lilin itu, yang menyala terang disetiap penjuru kehidupan ini. Kalian
adalah cahaya masa depan yang akan mengisi tugas yang mulia .
Kami semakin terbawa dalam alur cerita yang disampaikan Wali
Kelas, lalu beliau memaparkan mantra terakhirnya:
“Mutiara jika disimpan dimanapun akan tetap bermuncullan dan
menampakkan sinarnya, sangat berbeda dengan batu, yang akan selalu hitam sampai
kehancuran yang menerjangnya.”
/6/
Epilog
Seperti halnya kehidupan, ingatlah kawan kita pernah bersama disini, diruang yang
telah melahirkan kita agar kelak kita menjadi insan yang berbakti dan berguna
bagi keluarga, agama, nusa dan bangsa. Ingatlah, pada lilin-lilinmu: dia tidak
akan pernah kekal menyala, perlahan lilin-lilinmu meleleh, dan suatu saat lilinmu akan padam. Maka jadilah
lilin-lilin yang berarti dalam hidup yang singkat ini!
Salam sahabat,
Syahrizal Sidik
Senin, 11 Juli 2011
00:18 AM
Bogor-Megamendung
SPECIAL INFLUENCES:
*Keluarga Besar Sepuluh Satu
*Wali Kelas X.1: Ibu Dra. Nani Sumarni, M.Si
*Kantin Pak Yoyo yang telah mensupport konsumsi dalam kegiatan rihlah :D
*Ketua Pelaksana, Raihan Nabil Alfarisi : yang mengajari
kita untuk berani menentukan pilihan dan berani bertransisi (serta seluruh
narasumber acara satu jam lebih dekat)
*Aghis Niansah: yang
sama-sama dengan kerja keras mencetuskan acara rihlah :D
---Hatur nuhun kasadayana,
Syukran Jaziila Katsiiran, Thank You So Much. Au Revoir ----
Komentar
Posting Komentar