Hikayat hujan
Syahrizal Sidik
hujan menciptakanku dari sebuah
mata
mata yang tak mengenal tangis,
puing, juga luka.
hujan menjumpai sepatuku
mengetuk-ngetuk jejak langkah
itu.
hujan mengaliri hening, menderas
: rebah di atas pucuk cemara
(hujan yang cemas, menggigirkan tangannya.
yang mendekap pada setiap senyap. berlalu
dalam
derainya)
tiba-tiba hujan menemukan tangisnya sendiri
pada isak yang digelar dari nanar
matanya.
luka, hanya turun menjadi kata.
pada sebuah puisi sore ini.
dan, hujan itu menjelma sihir
para penyair.
yang menggetarkan dan menyulapnya
—pada hidup dan kesepian
21 mei 2012, rabu
Saat jarum jam, menunjukku pada
angka 16:38
—disebelas ipa tiga
Komentar
Posting Komentar