Langsung ke konten utama

Mungkin Inikah yang Kita Namakan Cinta


Mungkin inikah sebuah jejak yang kita namakan cinta? Terkadang cinta hanyalah kemunafikan yang harus ditup-tutupi oleh keindahan semu. Hanya bayangan. Tak lebih fragmentasi hidup yang terpecah dari  ingar bingar kehidupan yang hampa suara. Desau seperti gebalau yang kacau. Memupuri lekat mata mata kita yang haus akan waktu. Serenade usang semakin ditinggalkan nafas zaman yang semakin pahit, sepahit waktu yang tak akan pernah kembali memutarkan melodrama yang porak-poranda.

Hari ini aku bersamanya. Memandangi hidup yang terkadang beku, lebih kerap buntu.Apakah hakikat cinta lebih tinggi dari segalanya? Lebih dari beribu upaya yang harus kita korbankan demi perjamuan semu yang hampa dan tak akan pernah kembali. Semua hanya bayangan. Sirna. Disaat perlahan mata angin malam mulai menutup pintunya rapat-rapat. Dan tak akan pernah bisa, untuk kita bukakan.
Malam ini aku tak bisa melukis wajah langit, setelah sembab hujan yang mengatarkannya pergi. Bermuara pada malam yang mulai sunyi. Seperti buih kesendirian yng kita ciptakan sendiri dari kata-kata yang hanya mampu kita eja, dari gelimpangan lampu-lampu kota yang terus  saja bersaksi.

Kita telah lama menunggu hujan yang tak juga reda, dengan perbincangan hangat mengantarkan pada puncak kebahagiaan yang kita namakan cinta. Oh? Mungkin? Aku tak tahu sejak kapan cinta diciptakan, dan bagaimana merasakan cinta yang sebenarnya. Yang ada di benakku hanyalah bongkahan mosaic putus-putus memagari dinding kalbu yang masih beku. Lebih tak tahu.
Begitu banyak orang berani mengatakan, mengungkapkan, dan memaknai cinta dengan hal-hal ritual yang merek bilang  romantisme –walau hanya parsial—yang terkadang kita risih melihat di pinggiran jalan, pusat perbelanjaan, bioskop, kampus, bahkan sekolah-sekolah yang mendidik pun tak kalah melahirkan pasangan-pasangan baru yang teramat semu untuk mengatasnamakan cinta.

Kita memang tidak bisa memutarkan waktu untuk kembali pada masa lalu. Jika saja bisa, aku akan menyelami abad-abad silam, melihat Romeo-Juliet. Sayangnya hidup adalah kepingan mosaik. Yang harus kita susun sendiri, dibatas waktu yang tak akan pernah berhenti menanyakan seribu harapan yang terkadang kita tidak tahu. Dan tidak bisa untuk mengerti, seperih malam yang mengisahkan pedih pada tiap lembaran hujan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Menulis Puisi Prosais : Ulasan Puisi Syahrizal Sidik

oleh : Jamal D. Rahman* Jejak Cahaya Malam Nuzulul Qur’an               kepada : malam Nuzulul Qur’an /i/ di riak jingga airmata jiwamu, berurai namamu memanjang seperti gemericik hujan yang jatuh kedalam rongga tabah tubuhku yang rubuh. lalu, menghampiri  jemari. memantik di dingin sunyi yang memapah deru paru. /iii/ adalah cahaya sunyi di dingin itu, ketika  kakilangit menjejak langkah di dekap sujudku yang rapat. memahat lekat ayat-ayat suci, terpatri erat mengakar. lindap didegup jantung, darahku kaku. kelu. /iii/ sudah kutahu cerita tentangMu. malam begitu beku, meniris  gerimis. jatuh diatap-atap bumi yang meratap. senyap. /iv/ jauh sebelum itu, bumi seperti rerengkuh angkuh, senjakala tiada. lembayung terpasung dikais dera tiada tara. angin mati, mendesahkan resah di malam itu. /v/ dikedamaian suatu ketika, malaikat turun kebumi, memapar kabar. lauh mahfudz menyala ...

Jurus GOTO Memoles Laporan Keuangan

                                                                                                               Katadata I Andrey Rahman  Usai melepas bisnis e-commerce Tokopedia ke TikTok, GOTO terus melakukan upaya pemangkasan beban usaha untuk mencapai profitabilitas lebih cepat, termasuk pelepasan unit bisnis GoTo Logistics.   GOTO mencatatkan penurunan kerugian bersih signifikan pada kuartal peryama dan kenaikan pendapatan sejalan dengan strategi pertumbuhan pada ekspansi pengguna, pengurangan beban operasional, dan penguatan kemitraan dengan TikTok dan Bank Jago.  Manajemen GOTO akan melakukan perombakan jajaran pengurus pada RUPST/RUPLSB Juni. Analis pasar modal memperkirakan prospek sa...

Mengenal Komunitas Airbrush Indonesia (KAI)

FOTO-FOTO: DOK.SYAHRIZAL SIDIK Anggota Komunitas Airbrush Indonesia (KAI) sedang “beraksi” mengekplorasi cat pada tangki bahan bakar sepeda motor agar menjadi nampak artisitik dan unik pada Minggu, (10/11) di Pelataran Parkir Timur Senayan,  Jakarta Pusat, dalam rangkaian acara Indonesia Motorcycle Fest 2013.         Saling Berbagi Melalui Seni “Kami semua seperti keluarga di sini,” begitulah ujar Pay (37), ketua Komunitas Airbrush Indonesia (KAI), sebuah organisasi yang didirikan atas keinginan dan inisiatif bersama, sekumpulan orang   yang memiliki minat yang sama, yakni; airbrush. Sebuah seni yang terbilang “baru” di Indonesia. Seperti apa ceritanya?      Di tengah cuaca terik ibukota, area parkir Timur Senayan, Gelora Bung Karno Jakarta dipadati ribuan pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia. Pagelaran Indonesia Motorcycle Fest 2013, yang diselenggarakan pada Sabtu-Minggu, (9-10/11) itu berhasil menarik animo m...