/I/
INILAH
jalan yang mungkin menyimpan ribuan jejak dari beberapa depa kita melangkahkan
arah demi sebuah petuah yang datang seperti para peziarah untuk menjemput
nyawaku yang agung. kau membawa bangkai abu yang mengemasi kepedihan, untuk
kita saksikan dimalam yang mempertemukan
ruap derap yang paling senyap. aku menjelma harapan yang terkadang lebih buntu
ditiap-tiap lengkung telikung.
/II/
DI
bangkai abu ada ratusan sajak yang meneriakkan kepedihan dari bilur-bilur
kepingan luka. aku berlari mencakar cekak leher yang dari tadi mencekikku.
kaku. dan mulai menepikan beberapa kata untuk melepaskan beberapa doa yang
membelit jeruji nadi yang kerap terkunci. teriakan yang melepasi dinding abu
jenazah, yang perlahan pergi menuju lautan.
/III/
SEBENTAR
lagi kita akan menyaksikan parade kematian. berbaris dengan wajah sakral.
dengan taburan abu membungkus kafan hitam. ada tangan-tangan hanyut putus.
melambaikan isyarat kepergian. meninggalkan kata-kata itu pergi, pada abu yang
kini biru.
/IV/
KITA
mati, dan memang telah lama diciptakan untuk mati. kata-kata telah tinggal di
kukusan abu paling asing dan tenggelam di dasar benua. kata tidak lagi menjelma
makna di abad-abad yang selalu memupuri kebohongan. kata telah mencekik leher
urat nadinadi kami yang selalu rapat. tak bergerak. ditilam pada benang-benang
hidup yang porak-poranda. lalu ditikam mati.
pergi.
1
Desember 2011 17:06 PM
Komentar
Posting Komentar