Aktor sedang berperan di atas panggung pada lakon yang di adaptasi dari
sajak Rendra, Balada Terbunuhnya Atmo Karpo, di gedung Kamuning Gading,
Balaikota, Sabtu (13/10)
HALO Sobat GS! Apa kabarnya minggu ini? Kali ini, kita akan
mengangkat mengenai seni teater, bagi
teman-teman yang menyukai seni peran, tentunya menonton pertunjukan teater
adalah hal yang mengasyikkan bukan?
Sabtu, (13/10) sayap kiri gedung Kamuning Gading, Balaikota
Bogor dipadati oleh penonton yang mayoritas adalah pelajar di kota hujan. Ya,
sore itu ada pertunjukan monolog, dan pementasan teater yang diadaptasi dari
puisi karya W.S Rendra, Balada Terbunuhnya Atmo Karpo. Mereka sudah ramai
mengantre sebelum pertunjukan, yang dimulai pada pukul 16.00.
Selain upaya mengenalkan teater kepada pelajar di kota
hujan, pementasan Balada Terbunuhnya Atmo Karpo yang dimotori oleh Tumbuh Cipta
Kreasi Production juga dalam rangka roadshow ke berbagai daerah, seperti Cianjur, Bogor,
Cicurug, Ciawi, Sukabumi, dan Cipanas. Adapun, pengisi acara dalam pementasan
kali ini adalah dari komunitas Terminal Teater (Depok), dan Sangkala Teater(Cipanas).
Ketua Pelaksana, Ridwan Kusnandar mengatakan, bahwa acara
kali ini, selain mengisi acara di bulan bahasa, juga dalam upaya memberikan
pengenalan kepada pelajar khususnya mengenai teater, monolog, sekaligus
memberikan apresiasi dan mengenang maestro penyair dan dramawan W.S Rendra.
“Kami ingin, pembelajaran dari pementasan kali ini, dapat
menumbuhkan semangat patriotisme kepada
pelajar, mereka bukan hanya pelajar yang pintar secara akademisi, tetapi
juga berkarakter” papar Ridwan.
Sobat GS! Balada Terbunuhnya Atmo Karpo adalah puisi
W.S Rendra dalam Balada Orang-orang
Tercinta. Dimana, mengisahkan tentang seorang sosok Atmo Karpo yang
memiliki anak yang bernama Joko Pandan. Namun, keinginan ayahandanya sangat
bertolak belakang dengan putranya. Joko Pandan adalah sosok petarung yang sakti
dan tangguh, ia berjuang untuk membela kepentingan rakyatnya dengan jalan yang
ditentang ayahnya. Yang membuat di antaranya kemudian terjadi perseteruan yang
menyebabkan pertumpahan darah. Pementasan tersebut menjadi lebih hidup, selain
dari aktor yang berperan di atas panggung, juga karena visualisasi tidak hanya
terjadi pada tata pencahayaan, tetapi juga set artistik dan musik pendukung
suasana yang membuat penonton bisa
mengikuti irama pertunjukan dari awal sampai selesai.
Aprilif, yang berperan membawakan lakon tersebut mengatakan,
ia berlatih selama tiga bulan untuk persiapan pementasan. Karena, menurutnya
dalam lakon tersebut harus dapat
berperan maksimal yang mampu menggambarkan suasana perseteruan yang
menegangkan antara Atmo Karpo dan Joko Pandan.
M. Rio Aulia Kahfi misalnya, siswa kelas 3 SMK Bina Profesi
ini berpendapat bahwa pementasan tersebut menurutnya seru, juga merupakan
gambaran kehidupan. “Ini harus terus di apresiasi” papar Rio
Nah Sobat GS, bagi kalian yang menyukai teater, kurang
lengkap rasanya jika belum mengapresiasi secara langsung pertunjukan. Semoga,
pelajar di kota hujan ke depan bisa mengapresiasi seni teater lebih intens
lagi, sebagai wahana pembelajaran budaya. Seperti sajak-sajak Rendra yang
selalu menggema di udara ketika dibaca. Salam budaya!
(Rep. GS. Syahrizal
Sidik/MAN 2/ JC)
Komentar
Posting Komentar