Aku menulis, maka aku ada. Sekadar pengantar... Bagi sebagian kalangan, menyelami dunia puisi adalah hal yang sangat sublim. Jauh dari hikuk pikuk dan hingar bingar duniawi seperti yang digandrungi muda-mudi dewasa kini. Puisi menyendiri di kedalamannya, sunyi. Bermuara pada kata. Bermetamorfosa menjadi ribuan abjad yang berjejal – bertumpuk sesak – dan berlari terengah di tengah gempuran zaman yang semakin tak tertahankan. Dunia yang satir, berbeda dengan riuh panggung hiburan, politik, ataupun cerita-cerita di balik layar lebar. Octavio Paz, sastrawan dunia dari Meksiko peraih nobel itu pernah mengatakan dalam bukunya The Other Voice , bahwa menulis puisi adalah pekerjaan yang paling ambigu. Saya, disini bukan sastrawan, yang mengerti dan paham betul tentang kesastraan, dengan ilmu selangit, bukan. Bukan katarsis yang harus menyatakan itu semua. Saya, hanya ingin sharing – lebih tepatnya mengenalkan – sebuah dunia yang mengantarkan saya, sampai sejauh ini. Sedikit bercer...
We write to taste life twice, in the moment and in retrospect. —Anaïs Nin