/I/
setelah habis misa Natal, aku kembali. menjelma pedih, luruh
dalam lukalukaku yang belum usai. ada purnama yang tenggelam, disikap redup
lentera dilenganku.
mataku terlalu tirus untuk menyeka airmata yang mengairi
kepergiannya, setahun yang lalu. sepertiga kenangan telah lama memupuri retak
tanah ini.
/II/
ini kali terakhir aku mengenangnya kembali. setelah sekian
pahit kita reguk dengan bilur yang tak henti menepi. adalah semata takdir yang
lahir dari rahim tangisnya. kini, saat sakit seperti para pembezoek yang menghampiri.
ada saat waktu yang paling nisbi menjadi rajam anganku.
/III/
aku kembali ke mata lindu yang menujahkah ngilu, tiada henti seperih
mati yang menjejak-hentakkan harapannya yang selalu sirna. saat lentera padam,
tiba tiba seperti ladam yang menghunjam tubuhku. ini kali terakhir kutatap utuh
tabah tubuhku di ujung figura yang kerap ibu simpan di hati kami yang lirih.
/IV/
aku sedang mendayungkan seruap sampan harapan, dengan lengan
sajak yang kuukir dari kukuh kakikakiku. namun itu semata tak surut mengairi
sungai doaku yang kerap terucap, untuk ibu. inilah jejak sajak yang kutuliskan
untuknya, seperih kasih yang tak terbagi. seperih mati.
2011
Komentar
Posting Komentar