TUHAN AKU INGIN
MENANGIS SEKERAS-SEKERASNYA
Sesal telah menatap bayanganku yang pilu.
Dengan matanya nyalang
Terkadang menujahkan
Rasa sakit
Hingga ke hulu.
Derap tengisan
Yang menjerit
Sesulit mimpimu
Yang tak pernah usai
Mengatupkan dukanya. Abadi
Adakah ia akan datang untuk
Sekadar mengahmpiriku
Atau mengirim airmata perih
Untuk tetap kutangisi sendiri.
Yang tak kumengerti.
Hingga kini.
2011
BAYANGAN ITU TERLALU
SEMU UNTUK KITA LIHAT
Inikah jalanmu menentukan untuk nasib seribu tahun kedepan
dengan menerawang jauh kedepan jendela yang kaubuat dari matamu dan yang selalu
membukakan ditiap pagi saat ia datang terlambat untuk keduakali. Barangkali aku
mungkin datang untuk meneguk beberapa butir ilmu yang teruntai dari kata yang
samar. Sesamar wajahmu yang kerap menundukan kegetiran saat tiba dering pagi
mengunjugi hari-harimu itu. Kita yang terlihat sama dari jendel kaca memang
sudah dinisbatkan seperti matahari yang beranjak dan berpijak di bumi yang kita
namakan sajak.
2011
INIKAH JARAK, BEBAN,
JUGA FIKIRAN
Bagiku ia tak berarti apa
Sama pun engkau yang menilaiku dengan keangkuhan.
Sudah lama kau
Mengatupkan matamu
Kepada mata pahat
Untuk kerap kubukakan
Dan kupahatkan
Dimatamu
Satu.
2011
RIWAYAT PERJALANAN
DALAM MATAKU
Dimataku hanya ada angin. Juga kekosongan semu
Yang menciptakan kota-kota ini tenggelam.
Gaung-gaung itu menebar suka
Diatas kedukaan yang lebih tajam
Dari kukuh-kukuh besi waktu.
Dari mataku.
Sekian lama telah kucatat
Nama-namamu teronggok
Dari tempat yang
Selalu asinng.
Untuk sekadar kita pahami
Dengan bahasa yang telah lama.
Kita pahami itu.
2011
Komentar
Posting Komentar