Karikatur ilustrasi
tentang sekolah berstatus RSBI karya @fjarkun
Pernyataan mengejutkan bagi insan
pendidikan datang dari Mahkamah Konstitusi RI, pasca putusan
penghapusan RSBI bagi sekolah-sekolah yang ada di lingkup Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang menuai banyak pro dan kontra. Alhasil, sekolah
yang menyandang nama RSBI harus segera diganti, program-program yang dijalankan
di RSBI di seluruh Indonesia pun tidak boleh berjalan sebagaimana
mestinya, apabila melanggar, maka
termasuk perbuatan ilegal dan melanggar hukum, bahkan terindikasi perbuatan
korupsi.
Pertama, sebagai insan pendidikan,
seharusnya kita harus legowo dan
menyikapinya dengan kepala dingin dan senantiasa berpikir jernih. Tidak harus
menganggapinya secara berlebihan. Kenapa demikian? Karena, bukan tanpa alasan
MK membuat kebijakan penghapusan tersebut. RSBI, dipandang cenderung mengarah
pada diskriminasi pada dunia pendidikan nasional, antara golongan orang yang
mampu secara finansial (the have) dan
kurang mampu (the have not).
Bukankah, sekolah sama-sama didirikan untuk mencerdaskan bangsa? Bukan semata
titel yang menunjukkan eksistensi, keduanya memiliki tempat yang sama, wadah
yang sama untuk berkembang.
Mezia Viranti, siswi SMAN 5
Tambun Selatan, Bekasi, berpendapat bahwa penghapusan RSBI ini cukup mengurangi
kecemburuan sosial, siswa reguler
terhadap siswa RSBI.
“Di sisi lain, penghapusan
program tersebut akan mengurangi mutu sekolah negeri dari segi fasilitas dan
akan sangat timpang bila dibandingkan dengan sekolah swasta,” papar Mezia.
Nah, meskipun demikian,
bagi sebagian pelajar, bisa menimba ilmu di sekolah RSBI adalah suatu kebanggan tersendiri sekaligus lambang
prestise. Dengan fasilitas yang memadai baik sarana dan prasarana pembelajaran
yang lengkap, dan pengajar yang berkompeten membuat RSBI menjadi sekolah yang
diidamkan bagi setiap orang yang ingin mendapatkan mutu pendidikan yang
berkualitas. Tak ayal sekolah ini mampu menciptakan bibit-bibit unggul yang
mampu bersaing di kancah nasional, dan internasional. Mekanisme penerimaan siswa pun berbeda, siswa
yang terseleksi adalah mereka yang berprestasi secara akademis juga mampu
secara ekonomi. Pemberian beasiswa pun ada, akan tetapi diperuntukkan bagi
mereka yang benar-benar miskin. Sehingga banyak yang mengurungkan niat untuk
masuk RSBI.
Namun, sekolah yang bergelimang
dengan fasilitas memadai pun tak semua siswanya berprestasi tinggi secara masif
dari segi akademik. Bahkan, kemampuan siswa regular pun mampu bersaing dengan
kemampuan akademik rata-rata siswa RSBI. Dengan kata lain, kemampuan akademik
siswa reguler tidak jauh berbeda dengan siswa RSBI.
Alam F. Kusuma misalnya, ia
berpendapat bahwa pelajar jangan berlarut-larut dengan penghapusan RSBI,
“Itu kan juga buat kebaikan juga, yang terpenting selalu berusaha terus
selalu optimis, berprestasi, dan pantang menyerah,” papar Mahasiswa Fakultas
Kebumian ITB ini.
Sobat, keadaan tersebut justru
sangat terbalik dengan teman-teman kita yang bersekolah di Indonesia Timur.
Mereka tidak bergelimang dengan fasilitas pun masih bersemangat untuk menimba
ilmu di sekolah. Untuk bisa sampai di sekolah pun, mereka harus
berangkat pukul tiga dini hari. Dalam keadaan gelap gulita, di perjalanan
dengan penerangan seadanya, mereka terus berjalan, meraih cita-citanya…
Kalian ada di antara yang mana?
Komentar
Posting Komentar