Mengarak sang liong pada pesta rakyat Cap Go Meh 2014, Bogor
Street Festival di sepanjang jalan Suryakencana, pada Jumat (14/2). /Foto-foto: Hendra Karta Kusumah
|
CAP GO MEH
2014: BOGOR STREET FESTIVAL
AJANG
BUDAYA PEMERSATU BANGSA
Pergelaran
pesta rakyat, pada festival Cap Go Meh 2014 di Bogor di sepanjang Jalan
Suryakencana sampai dengan Jalan Siliwangi Jumat (14/2) berlangsung sangat
meriah. Ribuan masyarakat Bogor, turis mancanegara, para awak media, dan tamu
undangan tumpah ruah mengikuti pesta rakyat terbesar se Asia Tenggara ini.
Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Direkorat Jenderal Kementerian
Parisiwisata dan Ekonomi Kreatif, Ahman Syah yang juga dihadiri oleh budayawan Bogor, pejabat
pemerintahan, dan tokoh agama. Ini merupakan kegiatan tahunan di kota Bogor
yang terdiri dari pawai budaya, karnaval, penampilan berbagai komunitas sampai
iring-iringan barongsai, yang dimulai sejak pukul 15.00 WIB dan berakhir pada
pukul 24.00. Festival CGM tahun ini terdiri dari 13 peserta pawai budaya, 20
arak-arakan tandu dari berbagai daerah, iring-iringan 50 barongsai dari 25
komunitas di Jabodetabek, dan pawai 12 mobil hias.
Budaya
sebagai Pemersatu Bangsa
Peserta karnaval CGM 2014 |
Arifin Himawan,
ketua pelaksana Cap Go Meh 2014, mengatakan, setiap tahun peminat acara ini
sangat luar biasa. “Ini adalah representasi kebudayaan Indonesia yang sangat
beragam, dan sebagai upaya agar budaya bisa terus berkembang.” paparnya. Yang
menarik, ketika setelah pembukaan selesai, berbagai penampilan dari komunitas
disuguhkan, seperti tari Saman yang dibawakan oleh mahasiswa IPB, pawai pasukan
berkuda ala kerajaan Tionghoa dan kerajaan Pajajaran, pawai komunitas Onthel
Bogor, teater, Marching Band Gita Suara Pakuan, sanggar Edas, kampung Budaya
Bogor, sampai penampilan Reog Ponorogo. Susi (31), salah satu warga Bogor yang
kebetulan membawa anaknya mengajak melihat festival tersebut mengaku sangat
antusias, menurutnya festival tahun ini lebih meriah. “Bagus, biar tambah rame festivalnya.” ujarnya.
Merayakan Indonesia dalam Keberagaman
Festival
ini representasi warna-warni budaya Indonesia, dan harmoni keberagaman itu
ditunjukkan pada saat pembacaan doa bersama dari perwakilan tokoh agama. Doa
bersama ditunjukkan agar Indonesia tetap dalam bersatu dan tabah menghadapi
musibah, kendatipun saat ini, bencan erupsi Gunung Kelud dan awan panas
Sinabung yang melanda tanah tidak menyurutkan semangat kebersamaan dan saling
membantu terhadap sesama.
Kemeriahan Pawai
Pawai komunitas Onthel Bogor |
Acara yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba,
tepat pada pukul 17.00 WIB, berbagai joli (simbol para dewa) dikeluarkan dari
Vihara Dhanagun, Bogor untuk diarak di sepanjang jalan Suryakencana. Seperti
joli Mphen Lu dan dewi Quan Imm
menyemarakkan suasana jalan yang tumpah ruah oleh ribuan masyarakat yang
menghadiri pesta rakyat tersebut, ada pula yang mengabadikan momen tersebut
melalui peranti masing-masing. Acara semakin meriah saat atraksi iring-iringan
barongsai. Vina (13), siswi asal SMP Mardiyuana Sukabumi, yang juga sebagai
pemain musik dan barongsai ini mengaku sering mengikuti festival CGM, dia
membutuhkan tujuh hari untuk berlatih bersama kelompoknya, Gie Say Widhsakti
Sukabumi. “Acaranya seru banget, senang
bisa jadi pengisi acara di festival tahun ini,” paparnya sumringah. Koordinator
Gie Say Widhisakti, Anam, mengatakan bahwasannya Gie Say adalah salah satu
simbol maca para dewa menurut kepercayaan Tionghoa, yang hanya dikeluarkan pada
acara tertentu sebagai ritual budaya. Tabuh genderang, ruap dupa, dan bunyi
simbal yang menggema menjadi ciri khas festival tahunan ini. Ajang ini juga
menjadi wahana di mana semua elemen masyarakat dapat saling berbaur menjadi
satu tanpa mengenal perbedaan.
Gerakan barongsai |
Atraksi barongsai |
Mengabadikan momen |
Melestarikan Budaya Nusantara
Tingginya
animo masyarakat untuk datang pada pagelaran tahunan pesta rakyat Cap Go Meh
2014 menunjukkan bahwa seni dan budaya adalah ajang yang mampu mengokohkan
persatuan. Kini, tinggallah kita sebagai masyarakat menjadi bagian yang terus
melestarikannya. Khususnya, bagi generasi muda Indonesia untuk lebih
mengapresiasi dan bersikap terbuka pada kebudayaan tanah airnya sendiri. Sikap
apatis dan hedonis adalah tantangan besar yang dihadapi remaja Indonesia
sekarang ini yang harus dihindari, di tengah gerusan zaman, budaya harus
menjadi bagian dari pilar membangun persatuan. Hal ini yang nampak pada
semangat seorang Zoe Haw Skin (13), dengan penuh semangat, ia menjadi pemain
barong termuda di Gie Say Widhisakti. Menurutnya, peran keluarga sebagai orang
yang mengenalkan budaya sangatlah penting. Zoe mengaku, dirinya diajak
mengikuti festival semenjak kecil dan sudah menjadi bagian dari tradisi di
keluarganya, lama kelamaan Zoe menggeluti dan sampai akhirnya ia berpartisipasi
di acara CGM 2014.“Semoga tahun-tahun berikutnya bisa lebih semarak lagi
festivalnya.” ujar siswa SMP Mardiyuana Sukabumi ini.[]
SYAHRIZAL
SIDIK dan TIM.
MAHASISWA
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
SURYA
UNIVERSITY, TANGERANG.
Komentar
Posting Komentar