Para Finalis Osebi 2013 berfoto bersama
“Imagination more important than knowledge”
—Albert Einstein
Sekapur
Sirih
Tulisan ini, bercerita tentang pengalaman saya ketika
mengikuti event Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia (OSEBI) 2013, tingkat
Nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
pada 2-3 Mei 2013, di Jakarta. Semoga, ada hal yang bisa menginspirasi kita
semua. Ganbatte!
Pada
Mulanya adalah Sebuah Brosur
YA! Saya mengawali tulisan ini dengan sebuah brosur. Karena,
melalui benda yang satu inilah saya bisa ikutan lomba ini.
Begini ceritanya…
Seorang perempuan, adik kelas saya, Tiara Fitri Maghfira
namanya, pada suatu hari di ruang baca Perpustakaan MAN 2 Bogor, memberi saya
kabar bahagia. Setelah kepulangannya menjadi finalis di ajang yang cukup
bergengsi, yaitu Indonesian Sains Project Olimpiad (iSPO) 2013, beberapa waktu
lalu di bulan Maret bertempat di Universitas Indonesia. Ia memberikan saya
sebuah brosur, mengenai salah satu kegiatan lomba, saya pikir, itu lomba biasa,
namanya OSEBI 2013. Tapi, karena saya
orangnya penasaran, saat itu juga saya langsung searching di website osebi.org,
dan mencari informasi lebih detail mengenai lomba. Akhirnya, saya tertarik! Ada
satu mata lomba yang dikhususkan untuk siswa setingkat SMA/MA atau sederajat,
yaitu lomba menulis esai. Hm, buat saya yang suka tantangan, bagi saya, ini
adalah challenge baru yang musti dicoba. Ya! The show must go on..
Berani
Mencoba
Saya masih ingat betul, ketika menulis esai itu, adalah
masa-masa masih Ujian Akhir Madrasah Bertaraf Nasional (UAMBN) yang sifatnya
sangat… penting. Akhirnya, tiga hari saya meriset apa saja kira-kira bahan
bahan yang diperlukan untuk ‘meracik’ tulisan. Hm, setelah sebelumnya, saya
sharing dengan Mas Dony P. Herwanto, mengenai topik dan referensi yang harus
saya baca. Maklum, karena dia lebih senior dari saya, wartawan pula.
Ada hal yang unik, yaitu di mana ketika saya menulis untuk
lomba kali ini. Dalam tiga hari –yang serba mepet dan kepaksa itu— saya
mencuri-curi waktu setelah jam 9 malam. Setelah selesai belajar untuk UAMBN,
saya menulis. Begitu dan seterusnya selama tiga hari. Melelahkan memang,
berkutat dengan bahan bahan tulisan yang satu sama lainnya, membuat kita harus
cermat, mana yang layak masuk tulisan mana yang tidak. Tapi, dari itu, saya
belajar satu hal, yaitu disiplin waktu menulis! Hehehe.
Gladiator
Dalam masa Yunani Kuno, kita mengenal, adanya gladiator.
Tempat, di mana manusia-manusia pada waktu itu saling bertarung, menunjukan
siapa di antara mereka yang mampu bertahan. Dialah pemenangnya. Gladiator,
seperti itu kira-kira saya analogikan tentang ketatnya para pesaing, dan
akhirnya, saya pun memberanikan diri mengirimkan naskah saya ke email panitia,
tepat satu hari sebelum deadline. 30 Maret 2013. Saya pun, sangat berterima
kasih, kepada Pak Aditya Sukma Ghazali, karena keluangan dan kebaikan
hatinyalah, saya bisa numpang wifi gratis, ngadem lama-lama di labkom, mencari
ide bagaimana menulis esai yang baik, dan pastinya, mengoreksi, dan revisi
ulang karya saya sebelum dikirim. Arigatou, Sir!
Berkarya
Adalah Sebuah Proses
Oh ya, sebelumnya, karya tulis yang saya buat ini, dari segi
tematik memang agak berat. Uncommonly.
Entah mengapa, ketika menulis, dominan passion saya lebih tertaratik mengangkat
masalah kebudayaan dan kesenian. Judul karya yang saya buat waktu itu, Relevansi Sastra Menuju Indonesia Berbudaya.
Isinya, menyangkut kurang lebih seperti ini;
Keprihatinan,
akan budaya masyarakat Indonesia, untuk mengapresiasi, membaca, dan menjadikan
sastra sebagai bagian dari masyarakatnya masih belum menjadi kebiasaan di
tengah masyarakat kita saat ini. Saat ini, kita lebih senang, dan terbiasa
dengan budaya verbal, dan visual. Melalui karya ini, saya mencoba dan
mengingatkan kembali akan pentingnya budaya literasi. Kalau bangsa Jepang saja
sangat bangga dengan bahasa ibunya, mengapa kita tidak? Bagaimana keragaman
Nusantara yang bersuku suku dan berbudaya, dengan beragam kebudayaan menjadikan
ikon negara kita yang menjadikannya ciri khas, dan berbeda dengan negara lain
di mata dunia.
Hm, serius banget ya? Kayaknya sampai mengerutkan kening
gitu bacanya. Memang, dalam karya ini saya mencoba totalitas. Semoga sebanding
dengan hasilnya…
Hari
Ditunggu pun Tiba
17 April 2013. Hari ketika saya masih berjibaku mengerjakan
soal Ujian Nasional. Hari terakhir, saya masih ingat, hari itu, Kamis, di mana
saya masih harus mengerjakan Biologi dan Kimia. Pagi-pagi yang mengejutkan
tiba. Deg deg degan, karena hari ini, pengumuman resmi di website Osebi 2013
tentang nama-nama finalis yang lolos ke babak final. Berhubung esai langsung
disebutkan tiga besar nasional, saya semakin ciut. Karena yakin, pesertanya
pasti sangat banyak sekali di seluruh Indonesia. Tapi saya sangat terkejut, dan
mengucek mata, ketika membaca ada nama saya tercantum tiga besar menulis esai,
berdasarkan alfabet, yaitu:
Arief Wicaksono, SMAN 10 Malang, Jawa Timur
Edo Setiawan, Sampoerna Academy, Palembang
Syahrizal
Sidik, MAN 2 Kota Bogor, Jawa Barat
Alhamdulillah! Allah SWT mendengar doa saya. Perasaan waktu
itu sangat campur aduk. Antara senang, tidak percaya, dan syukur, bergabung
menjadi satu. Banyak sekali teman-teman yang mengucapkan selamat di sosial
media. Thank you, guys! J
Final
Osebi 2013
Seluruh finalis Osebi diundang ke Jakarta dalam acara final
kali ini, sebanyak 32 finalis dari berbagai daerah di seluruh Indonesia akan
berpartisipasi dalam ajang ini. Saya pun merelakan untuk tidak ikut study tour
ke Jogjakarta karena ingin fokus. Begitulah, selalu ada yang harus kita pilih,
dan dikorbankan bukan? J
Final Osebi, diselenggarakan selama dua hari, yakni, hari
pertama dipusatkan untuk tes soal Olimpiade Bahasa Indonesia, yaitu kita –semua
finalis dari berbagai cabang lomba— mengerjakan 40 soal pilihan ganda, dan 5
soal esai yang bertempat di SMA Kharisma Bangsa, Tangerang Selatan. Berhubung,
saya finalis esai, maka setelah mengerjakan soal, saya harus presentasi karya
dan tanya jawab, bersama ketua Osebi, yakni, Prof.Dr. Ilza Mayuni. Setelah itu,
saya cukup menunggu sampai pengumuman besok. Akumulasi perolehan medali didapat
dari karya, tes tertulis, dan presentasi.
Oh ya, lomba Osebi kali ini, tidak hanya esai. Tapi
berjenjang sesuai tingkatan. Untuk SD ada lomba
menulis cerpen, SMP menulis puisi, SMA menulis esai. Selain itu, ada
juga untuk tingkat umum –SD sampai SMA— Solo Vokal, Tari Kreasi Nusantara, dan
Membaca Puisi.
Pada
Akhirnya Adalah…
Pagi-pagi sekali, 3 Mei 2013, kami harus segera berangkat ke
Sasono Langen Budoyo, TMII. Karena, pelaksanaan final dan pengumuman pemenang
akan dilaksanakan di sana. Selain itu, kami seluruh finalis juga mengadakan
gladi resik, karena mempersembahkan penampilan.
Acara final berlangsung sangat meriah sekali. Banyak pula
tokoh tokoh Nasional yang biasanya kita lihat di layar kaca, kini ada di depan
mata. Di antaranya, saya mengenal ada Hidayat Nur Wahid, Dwiki Dharmawan,
Jeffry Alkatiri, Saung Udjo yang sudah melanglangbuana ke Eropa, Wakil Gubernur
Jambi, dan masih banyak lagi.
Pengumuman pun tiba. Saya semakin deg degan. Apalagi ketika
dibacakan peraih penghargaan untuk kategori yang saya ikuti. Perlahan, sang MC
mengurutkan dari yang ketiga. Ternyata bukan saya! Saya keringat dingin,
bercampur penasaran. Panggung gelap, cahaya hanya menyoroti satu titik. Semua
pandangan menuju pembawa acara. Jantung saya semakin berdegup, ketika urutan
kedua dibacakan. Ternyata bukan saya! Saya semakin tak menentu. Tangan saya
kali ini berkeringat. Menelan ludah. Melihat kiri kanan yang semakin
bergemuruh, bersorak, bertepuk tangan. Dan ketika peraih medali emas dibacakan,
sang MC terdiam sejenak. Saya masih ingat kata-katanya:
Dan,
pemenang kategori lomba menulis esai OSEBI 2013, medali emasi, diraih oleh,
ananda Syahrizal Sidik dari MAN 2 Kota Bogor!
Hadirin bersorak. Bergemuruh. Saya melihat pembina
pendamping saya, Bapak Taufiq Qurrahman di ujung panggung sangat terharu. Terima kasih pak, atas kerelaannya mau
mendampingi saya. Banyak kerabat saya menjabat erat mengucapkan selamat.
Saya pun terharu. Ingin rasanya, momen ini, saya simpan lebih lama lagi. Saat
di mana kita berada di klimaks kebahagiaan. Saat saat di mana kita menjadi
seorang yang berarti. Saat saat di mana kita berada di titik ekulibrium.
Kebahagiaan yang tidak bisa terjawab kata-kata. Kesenangan yang tak bisa
tergantikan akan sejuta penghargaan.
Terima kasih, ya Allah. Kau memberikanku
kesempatan sampai dengan titik ini. Terima kasih, yang begitu dalam, karena Kau
juga telah menemukanku dengan teman-teman terbaik, teman-teman yang
memberikanku inspirasi, semangat, untuk tidak letih-letihnya berkarya. Untuk
silaturahmi, yang tidak tergantikan bersama teman-teman seperjuangan OSEBI 2013.
Kebersamaan yang begitu hangat. Untuk semua yang telah menjadi bagian dari
cerita kali ini. Karena, kamilah pengisi bangsa ini di masa depan, muda-mudi
Indonesia menyogsong masa depan penuh harapan. Terus bermimpi dan berkarya!
Sampai jumpa lagi kawan di lain kesempatan J
Sekian dulu cerita dari saya,
Salam
hangat
Syahrizal
Sidik
Komentar
Posting Komentar