(1) sebuah dinding sejarah, datang menyapaku ramah menuliskan sepertiga cerita tahun-tahun lalu. seperti dalam hatinya ia ingin menuliskan beberapa kata-kata. (ada sebuah nama yang lupa kita tuliskan namanya, diantara deret kelas-kelas yang kosong. menyimpan keraguan yang terkadang hanya sebuah ingatan masa-masa lampau, tapi tak juga berlalu. hanya menyisakan sebuah abu). (2) ada kata-kata yang ingin terlepas, tapi terkadang ada yang menghalang. mungkin, hanya sebuah denyar yang disampaikan pada setiap relung hatinya yang ingin berkata, namun hanya ada samar yang terdengar. ( seberkas cahaya senja, datang seperti cerita masa lalu. ia hinggap, pada senyap dan lupa menuliskannya pada sebuah nama. pagi. mungkin hanya pagi yang akan membuatnya kembali. lagi) (3) dengan kata apa yang akan kulukiskan, meski hanya sebuah namamu, namaku, juga mungkin ia yang kceritakan dalam sebuah sajak. meski sederhana, tapi banyak mengisahkan semua yang ada tentangnya. ( kudengar, derau orang-oran...
We write to taste life twice, in the moment and in retrospect. —Anaïs Nin