FLO… Oleh: Syahrizal Sidik Ilustrasi Hery Purnomo Stasiun Tugu, Yogyakarta. Aku kembali. Peluit panjang penjaga peron stasiun menyambutku begitu hangat, begitu dekat. Ini masih pukul empat dini hari. Ibu-ibu penjual nasi kucing sudah mulai menjajakan dagangannya di sudut-sudut stasiun, dengan bakul yang dibawa di punggungnya, penjaja koran, sekelompok pemuda dan bapak-bapak yang menunggu kedatangan kereta sambil meminum kopi dan bercengkrama. Udara begitu dingin, kukalungkan syal hijau zamrud, membebat leherku. Sambil kuhirup caffelatte, tiba-tiba aku teringat, tiga tahun yang lalu, sebelum aku berangkat ke Vienna, di kota inilah aku mengenalmu, Flo. * Dinding langit tak terkunci. Serupa isyarat bagi langkahku untuk pergi. Akankah Yogya membawa berita baik, aku tak tahu. Ataukah… kabar buruk. Aku masih di sini, ditemani segelas kehangatan itu, seratus delapan puluh mili air mengepungnya, melebur men...
We write to taste life twice, in the moment and in retrospect. —Anaïs Nin