21 Maret 2013 menjadi tanggal yang takkan
kita lupakan hingga kapanpun walau mungkin hanya segelintir di antara kita yang
datang, namun rasa itu akan kita bagi bersama pada kalian semua, kawan.
Mengunjungi
tempat wisata Cibodas, yang terletak di Kecamatan Cimacan, Kabupaten Cianjur
ini tidak terlalu jauh dari pusat kota Cipanas. Kami pun datang ke tempat
wisata Curug Cibeureum di bawah kaki Gunung Gede Pangrango, yang juga merupakan
area wisata air terjun di bawah lingkup Kementerian Kehutanan. Wisatawan di
tempat wisata ini, banyak dikunjungi wisatawan domesti dan mancanegara,
berbekal uang Rp. 3.000 kita bisa langsung menikmati pemandangan yang tak akan
tergantikaan di manapun. Tentunya, untuk mencapai daerah ini, dapat dijangkau
dengan moda transportasi bus, lalu dilanjutkan kembali dengan angkutan umum
jurusan Cibodas. Harganya sangat terjangkau. 22 orang yang ikut kali ini mengikuti
ekspedisi. Bagaimana ceritanya?
Berpetualang
Bagi kalian
yang suka travelling rasanya kurang
lengkap kalau tidak mengunjungi tempat wisata yang satu ini, selain wahana yang
yang tersedia cukup menyegarkan mata para petualang karena masih sangat asri
suasananya, membuat kami pun banyak berburu foto dan narsis di depan kamera.
Kami, mengabadikan momen demi momen itu, hingga di atas ketinggian 27 HM Mdpl
pun telah kita lalui. Perjalanan terjal, dengan curam-curam yang dalam
menimbulkan tantangan tersendiri.
“Nyesel deh,
buat kalian yang gak ke sini (red. air terjun), ujar Rahmadita Fandani Hapsari.
Petualangan extwice kali ini memang perdana, tapi semangat kebersamaan selalu
terjaga antara satu dan yang lainnya membuat kita semakin kompak. Momen seru itu,
kami luangkan untuk bercanda bersama, memotret, makan-makan di kaki gunung Gede
Pangrango, mandi air terjun Cibeureum, sampai kami pun harus shalat di atas
baru-batu dengan kemiringan 45 derajat, karena di lokasi air terjun tidak ada
mushola.
Suasana di air terjun
Perjalanan Pulang
Jam telah
menunjukkan pukul 14.01, mendung di langit telah tiba, awan gelap mulai
berarak, membuat hutan hujan tropis ini ditutupi kabut dan mulai gelap. Kami
pun meneruskan perjalanan untuk segera pulang. Setelah berdoa, kami pun
menuruni lereng kaki gunung Gede Pangrango dengan perasaan was-was. Cuaca yang
sangat dingin, membuat kami kewalahan. Suhu tubuh menjadi tidak normal, karena
tidak terbiasa. Rute yang ditempuh untuk mencapai KM 00 sangatlah jauh, namun
banyak teman-teman Extwice yang mulai jatuh sakit.
Detik-detik Menegangkan
15.30. Hari semakin
gelap, keadaan ini diperparah dengan hujan yang mulai turun. Kami pun mencoba
melalui semak-semak dan hutan belukar yang sudah sangat gelap. Keceriaan kami
di atas tiba-tiba luntur dengan pingsannya Widi, Asni pun merasakan ada satu
keanehan yang membuat dirinya seperti berada di dunia lain. Amirah, harus
dibopong karena tidak kuat jalan lagi. Hujan turun semakin deras. Kami semakin
panik. Semakin gelisah, dengan keadaan yang semakin parah. Rombongan Tyo yang
membawa Asni tiba lebih dulu di kamp evakuasi. Dan segera meninggalkan hutan. Tiba-tiba,
Encek berlari-lari dari atas, ternyata, Widy jatuh pingsan.Di tengah hujan
deras, tanpa ada bantuan makanan, jas hujan, ataupun tandu. Berkilo-kilometer tubuh
widy terus digendong bergantian oleh Djarot, Kiki, Ferry. Namun, keadaan tak
kunjung membaik. Kami semakin prihatin dan gelisah. Amirah pun demikian, ia
semakin melemah, tak bisa melanjutkan perjalannanya. Setiba di pos evakuasi,
keduanya sama-sama langsung ditangani secara sigap. Extwice, khususnya cowok
saling bantu seperti tim sar yang sedang mengevakuasi korban, namun Amira
semakin tak sadarkan diri. Ia berteriak-teriak meminta pulang, kami semua hanya
bisa pasrah dan berdoa, semoga keaaan akan membaik. Perjalanan pulang yang
sangat mencekam.
Hujan semakin deras, korban semakin berjatuhan. Pada akhirnya,
semua korban sudah ditangani dengan baik dapat kembali sadar seperti sedia
kala, mereka tetap dibantu teman-teman untuk drop ke kendaraan yang segera
mengantar mereka kembali ke rumah masing-masing. Kita pun kembali melanjutkan
perjalanan pukul 17.55 menuju Bogor. Ada juga tim cowok, Jarot, Kiki, Ijang,
Fly, Ferry dan Caecar yang memilih jalan pulang dengan menumpang pada kendaraan bak
terbuka.
“Namanya juga
masa muda bro, gak bakalan terjadi waktu lu kuliah nanti” papar Fly sambil
mengajak saya menaiki kendaraan super ajaib ini. Alhasil, kita sempat ditolak
lebih dari tujuh kali, sampai akhirnya kita mendapat tumpangan gratis sampai
Ciloto. Kemudian lanjut lagi sampai ke Attawun.
“Terima
kasih buat Kiki yang udah minjemin tas waktu gue kedinginan di mobil bak, it’s unforgettablle memories,” ujar Ijang
Benar-benar
terasa semangat perjuangannya buat dapetin kendaraan, di tengah hawa dingin
yang semakin menusuk. Kami terus menunggu, menunggu pulang itu datang...
Memang, ada pemberitahuan, ketika sebelum berangkat, bahwa area pendakian sedang dalam perbaikan, yang membuat kita tidak boleh mendaki, namun kita punya keinginan kuat untuk terus melakukannya. Perjalanan yang panjang dan meletihkan itu, terbayar dengan kenangan, pengalaman, dan semangat kebersamaan yang tak akan terlupakan. Ini pengalaman berharga, yang gak bakalan terulang, dan selalu kita kenang. []
Asli Jang! Kangen:)))
BalasHapus